Translate

Minggu, 19 Juni 2022

Yaweslah

 Yaweslah

(dalam Bahasa Indonesia berarti "yasudahlah")

Surabaya, Juni 2022

 ***

"Yaweslah. Satu kata yang berhasil membuatku menjadi sembuh total. Ngakak engga? Bagaimana tidak? Sekian tahun, sejak 2018 silam, aku menjalani treatment kesembuhan mental. Ah, lebai amat bilang treatment kesembuhan mental. Dari pada menyebut itu, mending sebut saja proses menyembuhkan hati yang terluka. Ceileh, patah hati banget ya kayaknya. Hahahahahhahahaha........", batin Riri.

 ***

Yaweslah adalah kesimpulan akhir dari seorang Riri yang berhasil bertahan hidup dan berhasil melewati masa sakit mentalnya - depresi. Tidak hanya itu, kata itu juga berhasil mengantarkannya menuju perbaikan diri yang jauh lebih baik dan lebih uar biasa. Bagaimana itu bisa terjadi?

 ***

Riri adalah anak kecil yang hidup dalam didikan orang tua yang masuk dalam golongan otoriter. Keras adalah kata yang mungkin bisa cukup mewakili bagaimana Riri dididik oleh orang tuanya, terutama sang ayah yang memang paling terkenal otoriter lagi didikan tentara masa old yang super tegas, disiplin & tidak ragu-ragu jika menjatuhkan hukuman. Otoriteritas ini juga menjadikan Riri menjadi anak yang mandiri. Selain itu juga menjadikan Riri terbiasa hidup dengan tekanan dan tuntutan. Pada akhirnya membawa Riri tumbuh menjadi orang yang perfeksionis. Bisa dibilang, menjadi yang terbaik dalam segala hal, menjadi sosok sempurna adalah sesuatu yang menancap kuat pada diri seorang Riri. Tidak jarang hal semacam inilah yang sering kali membawa seorang Riri memiliki prestasi meskipun tidak sampai tingkat yang mampu mencengangkan orang-orang. tak hanya itu, dari sisi mental, Riri tumbuh menjadi orang yang bisa dibilang tahan banting dan tahan tekanan ketika dihadapkan dengan urusan dunia luar rumahnya. Mental baja itu juga membuat seorang Riri mampu dengan santai menghadapi  orang lain yang melepaskan energi negatif di hadapannya, seperti kemarahan orang, cacian orang, makian orang dan sebagainya. Riri tidak pernah tumbang hanya karena dilabeli buruk oleh orang. Memang sungguh bagus dan keren sih hasil didikan yang diberikan oleh orang tua dan keluarga Riri tersebut. 

 

Akan tetapi, ada satu sisi yang justeru membuat seorang Riri jatuh ke titik terendah kehidupan. Ia adalah manakala pikiran tak tentu arah, perasaan terluka ruam hingga jiwa tak lagi mampu melihat warna. Sebuah didikan yang begitu terlalu keras membuatnya merasakan luka. Luka dalam yang tidak pernah diungkap ke permukaan sebab tiada tempat untuk memperlihatkan luka. Jiwa kemandirian yang terbentuk membuatnya terbiasa sendiri mengatasi semua permasalahan hingga membuatnya terbiasa sendiri dengan lukanya. Sisi lain yang perlu disadari adalah setegar apapun manusia, ia tetaplah manusia yang tidak bisa sendirian. Ia tetaplah manusia yang membutuhkan sandaran. Itulah problem terbesar yang riri sendiri tidak menyadarinya dan tidak pula tahu harus bagaimana dalam problem terbesarnya. Hal yang ada dalam kepala Riri adalah ia harus menyelesaikan sendiri semuanya.

 

Sepositif apapun manusia, ketika ia sedang menjalani masa kritisnya, ia akan menjadi manusia yang memang sangat memerlukan pelukan hangat. Usia 20-an tahun adalah usia dimana manusia mengalami masa kritis pertmanya. Usia ini membutuhkan kehadiran orang yang memang lebih dewasa dan memang sangat penting sebagaimana anak bayi atau anak kecil yang sangat memerlukan kehadiran orang lain disekitarnya. Keluarga memang menjadi solusi dalam hal yang seperti ini. Bukan karena keluargalah yang pasti bisa memberikan jalan untuk keluar dengan sangat kilat dari masa kritis ini, namun karena keluarga adalah yang menjadi charger energi sehingga kekuatan kita bisa kembali pulih 100%. Sayangnya, hal itu tidaklah dimiliki oleh Riri. Keluarga yang seharusnya menjadi rumah tempat pulang malah bagaikan penjara yang bagai tidak berperikemanusiaan.

 

Hari itu Riri tak lagi mampu menggunakan pikirannya dengan baik. Perasaannya juga tak lagi bisa berjalan dengan baik. Jiwanya pun juga tak lagi berfungsi dengan baik. Alhasil, selesai hidup sebelum waktunya adalah hal yang menjadi kesimpulan dari segala database yang berada di kepala seorang Riri. Beruntung, intuisi itu tidak mati. Signal yang memberikan peringatan tentang hal-hal yang tidak begitu baik-baik saja itu masih bisa terdeteksi oleh kesadaran Riri yang entah tinggal seberapa persen. Meski kecil, hal tersebut mampu membawa seorang Riri yang memang memiliki kepribadian pantang menyerah untuk berjuang kembali menjadi baik-baik saja dan kembali menjadi normal.

 

Beragam cara Riri tempuh, bahkan cara yang dilarang dalam agamanya sendiri pun ditempuhnya demi berthan hidup. Ketika curhat pada Sang Pencipta tidak membuatnya serta merta langsung sembuh seketika, maka menjadikan Riri menempuh jalan curhat kepada sesame manusia. Memegang syariatnya bahwa perempuan dan laki-laki non mahrom tidak dibolehkan untuk curhat-mencurhat, Riri mencoba memberitahukan hal tersebut kepada sahabat dan teman sesame perempuannya. Harapan Riri adalah sesame perempuan bisa memberikan setidaknya pengertian atau setidaknya pelukan hangat untuk menenangkan, terlebih lagi jika bisa menguatkan kembali mental seorang Riri yang memang sedang goyah. Bagaimanapun harapan hanyalah harapan. Syariat tersebut pun akhirnya dilepaskan oleh riri dan diterabasnya. Laki-laki non mahrom tidak lagi ada dalam kamus hidupnya kali ini. Riri menempuh jalur kenekatan untuk mendapatkan pertolongan tentang mental health-nya. Beruntung, ada 1 teman laki-laki dari SMA yang pernh di lewatinya yang membantunya berhasil kembali menjadi sedikit lebih waras, setidaknya mengembalikan seorang Riri untuk mencoba menemukan jalan lain dalam mengatasi luka hatinya, jalan yang kini belum terpikirkan dan yang pasti bukan menyudahi hidup yang belum waktunya.

 

Satu teman laki-laki itu masih belum cukup bisa membuat Riri menyelesaikan dengan baik akan luka hatinya itu. Professional menjadi jalan yang paling tepat untuk meneruskan perjuangan seorang Riri mengatasi luka hatinya. Entah berapa uang yang harus Riri keluarkan demi obat penenang (psikoterapi) dan juga demi konseling atau sekedar cerita membuang stresnya. Perjuangan yang memang memakan waktu cukup lama itu pun tidak dipungkiri membawa sebuah kejenuhan. Tibalah sebuah titik dimana satu-satunya teman laki-laki yang membantunya itu pun memutuskan untuk berhenti membantu Riri untuk sembuh.

 

Seorang Riri tetaplah seorang Riri. Didikan yang memang penuh tuntutan menjadikan seorang Riri juga menuntut dirinya sendiri harus berhasil menyelesaikan perjuangannya selama ini untuk menyembuhkan luka-luka hatinya itu. Sendiri Riri memutuskan untuk mencoba menarik keluarganya, tempat dimana dia merasakan semua luk-luka itu. Riri yang memang masih tidak baik-baik saja akhirnya memutuskan untuk menantang ketidakbaik-baik sajaannya itu. Ia pun menyatakan semua itu pada sang keluarga. Orang yang tidak menyadari bahwa dia melukai orang lain tetaplah tidak merasa bahwa dia telah bersalah. Orang yang tidak pernah mengalami luka yang sama tetaplah tidak akan pernah mengerti dengan paham betul bagaimana dalam dan cukup berartinya luka itu. Fakta mencengangkan pun Riri peroleh dari keluarganya sendiri. Bagi keluarga Riri, sakit mentalnya, depresinya, hanyalah sebuah “kesurupan” yang sedang dialami oleh seorang Riri.

 

Hancur memang sungguhan dirasakan oleh seorang Riri. “Bagaimana mungkin jika Riri memang kesurupan maka Riri diberikan obat terapi psikologi? Jika Riri memang beneran kesurupan bagaimana mungkin ayat-ayat Tuhan yang memang pada masanya difungsikan untuk “ruqyah” tidak membuat Riri memberikan efek yang memang ditunjukkan oleh orang-orang yang kesurupan? Apakah mereka tidak menganalisis hal tersebut?”, demikianlah hal-hal yang memang sedang merajai pikiran dan perasaan Riri juga mengguncang jiwa seorang Riri buat saat ini.

 

Kecewa. Marah. Hal yang merajai Riri selama satu bulan penuh dalam menjalani harinya pasca kejadian yang begitu mencengangkan dari keluarganya sendiri. Berat memang terasa karena Riri yang biasanya memiliki 1 teman laki-laki dari SMA yang sama untuk bercerita ini itu kini tidak lagi ada. Psikolog adalah hal yang menjadi andalah Riri ketika sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Meski Tuhan adalah yang pertama di kontak oleh makhluk, semua hal yang menjadi takdir-Nya memang harus memenuhi hukum sebab-akibat-Nya. Lari ke psikolog adalah pilihan paling berlogika dan paling sadar dalam keadaan yang seperti ini.

 

Pada akhirnya, yaweslah adalah sebuah kesimpulan luar biasa yang memang Riri ambil dan pilih. Yaweslah adalah yang membuat Riri benar-benar merasa sudah berhasil menyembuhkan luka-luka hatinya yang memang begitu dalam dan mengguncang jiwanya. Yaweslah aalah sebuah perwujudan keadilan. Adil dalam menghargai dan mencintai. Menghargai dalam artian menerima keburukan dan kebaikan. Mencintai dalam artin meneruskan keburukan dan kebaikan. Yaweslah dalam makna bahwa diri sendiri memang harus berjuang sendiri karena memang hanya diri sendiri yang bisa membantu diri sendiri. Yaweslah adalah perwujudan kebenaran bahwa tiada seorang pun yang bisa memahami kita kecuali diri sendiri. Yaweslah adalah sembuh. Sembuh adalah pilihan Riri hingga pada akhirnya Riri memang benar-benar sembuh. Berhasil kembali bahagia menjalani hidup. Berhasil kembali menubuhkan sayap yang sangat kuat agar dirinya bisa terbang bebas kemanapun yang memang Riri inginkan. Kembali hidup santai dan ber-haha-hihi. Yaweslah adalah iman kepada Tuhan.

 

***

Selesai J

PERHATIAN!

mohon maaf, beberapa kalimat dan pernyataan dalam tulisan ini memang menuntut  pembaca membaca dengan pemahaman yang mendalam, baik terkait pemahaman tentang agama, falsafah hidup, situasi, kondisi, psikologi dan lain-lainnya

terima kasih

Sahabat Perjuangan

 Pernah terlukis kisah
Alurnya nan indah
Curahan kita
Terpaut ikatan satu jiwa
 
Tangis tawa milik kita
Duduk lari milik kita
Beratap pegangan erat
Bernaung persaingan dalam cinta
 
Waktu tak pernah mampu kau korupsi
Jarak tak bisa diraut
Kita terlupa
Tak saling sapa apalagi kenal
Kita adalah orang asing, dulu
Kini kembali saling asing
 
Bayu menyanyi
Tanda ia berkabung
Pertiwi tebahak-bahak
Tanda ia mengejek
Atas kebodohanmu tersesat. Cinta. Rasa.
 
Deras arus nurani
Meronta dalam sakit, menata diri
Kita tetap saling berlari
Menuju kompas sendiri
Tak menyatu lagi
Demi sebuah mimpi, memiliki


 Kota1001Goa, 2015
Nana-Riwayat N.L.

Cinta yang Salah

Aku mulai terlupa
Kala kalbu ini terluka, dulu
Entah karena apa terlalu percaya, mungkin
Ketulusanku memprasasti, sirnalah curiga
Berhadiah gudang tipu daya, nyatanya
 
Aku memang mulai terlupa
Tapi…..
Luka itu membekas
Kalbu itu pun tak mau lagi percaya
Ruh itu pun gelisah, mengeras, ganas
Layaknya singa kelaparan
 
Aku sudah terlupa
Kalbu memutih
Melepas yang tak pantas
Memaafkan
Mengikhlaskan
Tak berbekas
Berkelas
 
Kini ku terbang bebas
Sembah terima kasih pada semua
Sebab tinta berwarna yang dituangkan
Terukir dalam sebuah kisah
Rangkaian alur yang teramat indah
Maaf, atas goresan luka di hatimu
Cinta


Kota 1001 Goa, 2015

Nana-Riwayat N. L.