Translate

Jumat, 21 Juli 2017

Purnawiyata, Wisuda dan Ijazah

Wisuda. Sebuah peristiwa yang sangat dinanti-nantikan oleh setiap siswa maupun mahasiswa karena pada saat itu merupakan saat yang menandakan keberhasilan kita dalam mengikuti akademik dalam suatu jenjang pendidikan. Saat ini merupakan kemenangan kita menjalani segenap ujian dan serangkaian cobaan yang mungkin bisa saja menjatuhkan kita sehingga menyebabkan kegagalan dalam mendapatkan ijasah.
Tapi, usai kegiatan itu, pikiran kita sudah pasti langsung perlahan berubah dari yang awalnya dipikiran kita yang ada hanya segera lulus dan keluar dari rasa yang begitu tidak nyaman saat menjalani pendidikan karena pada saat itu kita selalu diberi tugas, tugas dan tugas yang apabila tidak kita selesaikan akan menjadikan kita terkena hukuman dari bapak ibu guru, namun, seusainya kegiatan purnawiyata tersebut kita tentu akan memikirkan hal lain yang harus kita lakukan. Selesainya kita terbebas dari tumpukan tugas yang harus segera diselesaikan, saat itulah kita menganggur dan tidak ada tugas yang bisa selalu kita kerjakan.
Nah, tak jarang dipikiran kita sering merasa kebingungan mau melakukan apa. Kita kebingungan mau melangkah kemana. Mau bekerja dimana? Atau juga mau melanjutkan pendidikan apa tidak untuk yang belum menamatkan pendidikan tertinggi. Atau yang paling parah, usai wisuda untuk jenjang SLTA langsung pergi ke Kantor Urusan Agama. Ya, kalau memang sudah siap dan memang sudah ikhlas ya engga terlalu bermasalah, tetapi kalau orang yang belum mengerti rumah tangga bisa menjadi petaka yang membawa kehancuran dan korban yang tidak bisa terselamatkan.
Ngerilah pokoknya. Kalau memang belum benar-benar siap untuk menjadi orangtua, jangan coba-coba menikah ya guys, karena pernikahan itu hanya terjadi sekali seumur hidup. Bukan sebuah ikatan yang ketika kita mengatakan putus bisa langsung saja putus seperti hubungan sewaktu ta’arof. Dan ingat pula ni, walau iatan pernikahan memang bisa diputuskan, tapi dampak yang ditimbulkan dari perceraian itu yang sangat tidak baik, apalagi kalau sudah punya anak yang mana nantinya anak-anaklah yang menjadi korban paling dahsyat.
Ya memang ya guys, ujung dari pilihan kita sebagai single adalah menikah. namun tenang guys, kalau kita memang sudah membekali semuanya dengan matang, insyaallah perceraian kita dengan orang yang kita aajak menikah tidak akan terjadi dan anak kita kelak juga tidak akan menjadi korban. So, seusainya menedapatkan wisuda guys, jangan langsung berangkat ke Kantor Urusan Agama ya, tetapi terbanglah yang tinggi ke angkasa untuk melihat bagaimana suasana permukaan bumi dengan lebih luas, seluas mata memandang, bukan seluas pandangan mata.
Intinya nih guys, writer ingin bilang aja pada teman-teman nih, jangan keburu-buru menikah ya. Ingat menikah itu bukanlah perkara yang mudah. Menikah juga bukan peristiwa yang selalu penuh tawa. Menikah itu tak seindah yang dikatakan orang lain karena dari menikah itu harus menyatukan dua keluarga yang berbeda, bukan hanya dua orang yang berbeda jenisnya. So, usainya kita mendapatkan ijasah, jangan malas untuk mencari, mencari dan mencari pengalaman-pengalaman baru yang akan selalu bisa kita dapatkan disetiap kita melangkah. Jangan hanya diam ditempat. Melangkahlah sejauh yang kamu bisa. Merantaulah sebanyak yang kamu bisa.
Let’s start together for Indonesian homes as hight education and eksperience
😄
Maaf, kalau bahasa Inggrisnya berantakan. Writer engga terlalu pintar berbahasa Inggris, hehehe

Kesalahan

Ada pepatah kata yang berbunyi, tiada gading yang tak retak. Tiada air yang tak keruh. Tiada udara yang selalu bergerak. Tiada air laut yang selalu berirama dalam bergelombang. Seperti itulah hidup. Manusia hidup di dunia itu tidak akan ada yang selalu diam karena pada hakikatnya benda hidup/makhluk hidup itu cirinya selalu bergerak. Pergerakan itulah yang menjadikan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melakukan interaksi dengan sekitar, entah dengan sesama makhluk hidup maupun dengan alam.
Tak ada salahnya manusia melakukan sesuatu yang selalu dianggapnya benar. Memang, pada acuannya segala yang kita lakukan itu benar, tidak ada yang salah sama sekali. Akan tetapi, perspektif orang lain mungkin saja berbeda dengan perspektif kita sehingga menimbulkan kesan salah terhadap apa yang kita anggap itu benar. Akibatnya, kita harus menerima sanksi akibat perbedaan perspektif tersebut sebagai konsekuensinya. Tak mengherankan jika sesama makhluk hidup dengan jenis yang sama pun terkadang kita harus melakukan perang. Jadinya, tidak akan ada kedamaian yang kita rasakan akibat perbedaan perspektif dan cara pandang kita terhadap sesuatu hal.
Lantas, bagaimana mungkin dunia ini bisa terjaga jika yang diatasnya selalu berbuat kerusuhan yang diakibatkan perbedaan perspektif dan cara pandang itu? Humans, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan beragam berpedaan tersebut sudah disertai cara untuk menyatukannya. Ingat, menyatukan, bukan menyamakan. Karenanya, dalam perbedaan cara kita melihat dan menganalisa itu, Tuhan telah membekali kita otak dan hati untuk mengotak-atik sehingga bertemu yang sesuai dengan yang namanya firman Tuhan.
So, jika kamu mau berbuat maka berbuatlah semaumu karena apa yang kita lakukan itu tentu saja benar dan tidak ada yang salah. Hal ini selalu berlaku dalam perspektif dan cara pandang kita. Namun, ketika kamu akan melakukan perbuatan itu gunakanlah otak dan nuranimu sehingga kamu bisa ingat bahwa disana ada orang lain yang juga turut menilai apa yang kamu lakukan dengan perspektif dan cara pandang yang berbeda darimu. So, jangan kaget jika apa yang kau anggap benar itu dinilai salah oleh orang lain.
Nah, ketika kesalahan telah kita lakukan, maka disitulah kita bisa belajar bagaimana sebenarnya dunia ini berjalan dalam perspektif dan cara pandang yang beragam. Karenanya jangan pernah kita berhenti berbuat salah sebab dari kesalahan itulah kita belajar yang namanya kebenaran dan kebaikan. Orang bijak juga membuat pilihan untuk berbuat salah asal bukan kesalahan yang sama yang terulang.

Keluarga Bahagia

            Keluarga bahagia itu yang seperti apa? Apakah keluarga yang kaya raya? Apakah keluarga yang memiliki status sosial tinggi? Apakah keluarga pejabat? Apakah keluarga yang disebut orang pintar? Atau keluarga yang memiliki seribu ketenaran apalah itu namanya?
Tentu saja bukan semua itu. Keluarga yang bahagia itu cukup sederhana. Keluarga bahagia adalah keluarga yang meraih kesuksesan dalam hidupnya. Akan tetapi, bagaimana untuk mencapai sebuah keluarga yang bahagia? Simpel. Hanya dengan berbicara. Ya, pembicaraan yang terjadi secara statis dan linear antarsesama anggota keluarga merupakan salah satu kunci untuk mencipta keluarga bahagia. Kenapa? Karena dengan komunikasi menjadikan kita sebagai seseorang yang sangat dihargai dalam sebuah keluarga. Dengan kita merasa dihargai dalam sebuah keluarga menjadikan kehadiran kita terasa penting dalam keluarga itu. Nah, dengan sendirinya hal ini akan menumbuhkan rasa kasih sayang dalam keluarga itu sehingga rumah terasa nyaman dan menyenangkan.
Ketika rumah telah terasa nyaman dan menyenangkan, bagaimana mungkin kita tidak akan merindukan rumah kita sendiri? Bagaimana mungkin kita tidak akan pulang kerumah? Tentu saja semua anggota keluarga akan merindukan rumah sehingga mereka pulang. Inilah kebahagiaan nyata yang bisa kita dapat dan rasakan ketika kita telah memiliki yang namanya keluarga. Lalu, bagaimana cara kita menjadikan rumah kita nyaman dan menjadi tempat untuk mendapatkan kebahagiaan?
Ya tentu saja anggota rumah itu harus pandai-pandai menjadikan suasana rumah kita selalu terjadi komunikasi. Namun siapa orang yang berperan penting dalam memulainya? Bannyak masyarakat yang masih menganggap seorang isterilah yang harus bertanggung jawab atas itu. Isteri diwajibkan untuk selalu menjaga, mengurus dan merawat rumah dan seluruh penghuninnya. Akan tetapi, kenyataannya bukan hanya seorang isteri yang harus melakukan hal itu, terlebih dalam komunikasi tentu tidak hanya seorang isteri yang wajib melakukannya. Logikanya, bagaimana mungkin terbentuk komunikasi yang harmonis jika hanya seorang isteri yang harus menjaga terjadinya komunikasi antaranggota keluarga? Tentu saja tidak akan pernah terjadi. Faktanya, sebuah keluarga tidak akan menjadi bahagia jika hanya sebelah pihak yang mencoba untuk menjaga komunikasi sementara pihak lain mengabaikan komunikasi itu. Sebab, sebuah komunikasi bisa dilakukan hanya apabila ada dua belah pihak yang saling berinteraksi.
Oleh sebab itu, anggapan masyarakat bahwa seorang isterilah yang paling bertanggung jawab besar terhadap bahagia tidaknya sebuah keluarga harus kita benahi. Anggapan ini sungguh salah kaprah. Karena pada dasarnya proses menciptakan sebuah keluarga yang bahagia itu dimulai ketika seorang wanita dan pria menikah menjadi pasangan suami isteri yang sah. Sejak saat itulah, seorang suami isteri memulai langkah awal untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia. Karenanya, suami isteri itu harus menjalin komunikasi setiap hari entah siapa dulu yang memulai dengan membahas hal yang tidak penting atau hanya sekedar basa-basi hingga membahas hal-hal yang sangat penting sekalipun. Apabila salah satu tidak mementingkan sehingga tidak menginginkan untuk saling menghubungi, maka hal ini merupakan tanda awal kegagalan membentuk keluarga yang bahagia. Oleh karenanya, jelas, komunikasi untuk membentuk keluarga yang bahagia merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami maupun isteri dan mereka juga wajib mengajarkannya pada keturunannya kelak.
So, kesimpulannya adalah keluarga bahagia adalah keluarga yang sukses dalam hidupnya dan kebahagiaan itu hanyalah dicipta ketika terdapat komunikasi antasesama anggota keluarga yang terjalin dengan baik dan menyambung. Hal ini seperti kata pepatah, lidah adalah senjata paling berbahaya di dunia yang bisa melindungi maupun menghancurkan siapapun juga.