Translate

Sabtu, 17 Desember 2022

Fenomena dan Degradassi Keyakinan

 Fenomena dan Degradasi Keyakinan

By Rinale

#salam_inspirasi

#salam_pembelajar

#salam_baca_tulis

 

Indonesia….. Dahulu kala, sebelum disebut Indonesia, negeri ini sudah berdiri sebagai kerajaan. Sejarah tentang kehidupan kita pada masa lalu sangat begitu terbatas. Catatan dari masa lalu juga ada beberapa yang tidak lengkap. Kebenaran yang sesungguhnya tenntang masa lalu pun seperti apa juga tidak selalu valid. Satu hal yang seyogyanya kita sadari adalah catatan dari masa lalu tidak semuanya adalah kebenaran. Sejak masa dahulu, kita perlu menyadari inti politik adalah kemenangan. Sejarah/catatan akan selalu ditulis oleh mereka yang menang dan tidak jarang akan menyalahkan mereka yang kalah, atau bahkan menghapus cerita dari mereka yang kalah. Tak jarang juga meskipun yang kalah adalah orang-orang yang memegang teguh kebenaran, mereka akan tetap ditulis sebagai yang salah, bahkan orang-orang yang ditulis sebagai yang salah ini juga tidak segan-segan untuk dihapus saja dari catatan sejarah. Fenomena ini yang memerlukan kita sebagai generasi penerus untuk bisa bijak dalah mengenyam apa yang dibawa oleh sejarah.

Satu hal yang jarang kita dapati di sekolah formal adalah bahwa Indonesia itu dahulu merupakan mercususar dunia. Maksudnya yaitu Indonesia pada masa silam adalah negara yang gemar mengarungi lautan. Tidak heran jika Indonesia sempat memiliki lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut. Apakah lagu ini masih akrab ditelinga kita atau masih sering kita nyanyikan? Atau justeru lagu ini malah sudah sangat asing bahkan kita tidak mengetahuinya? Jika memang lagu ini sudah asing atau bahkan kita tidak pernah tahu, artinya kita benar-benar mulai melupakan sejarah kita sebagai bangsa yang kini menjadi Bangsa Indonesia. Ah, itukan sejarah yang sudah sangat usang, lalu untuk apa kita kaji ulang? Apa ada manfaat yang bisa didapat dari mempelajari masa lalu? Bukankah masa lalu itu bijaknya kita lupakan saja?

Ya, orang-orang bilang masa lalu sebaiknya dilupakan saja. Akan tetapi dari sudut pandang lain, lebih bijaknya lagi, masa lalu tidak perlu kita sangkal apalagi kita lupakan. Yang perlu kita lakukan terhadap masa lalu adalah hanya mengalihkan fokus kita darinya dan beralih fokus menjalani hari ini. Mengalihkan fokus bukan berarti kita tidak melihat masa lalu sama sekali. Mengalihkan fokus disini adalah melihat masa lalu sebagai database untuk kita ambil pembelajarannya. Karena itulah, mempelajari masa lalu asal usul bangsa kita sejak masa silam adalah sesuatu yang bagus untuk kita jadikan sebagai database dan hikmah. Hikmah itulah yang paling penting untuk kita jadikan salah satu poin yang kelak akan kita lihat sebagai lampu lalu lintas kita dalam melangkahkan kaki mengarungi bahtera kehidupan.

Lalu apa tujuan dari mencoba menilik sejarah silam kita di masa lalu yang merupakan mercusuar dunia? Sama sekali tidak ada maksud untuk membawa kita menuju halusinasi dan imajinasi apalagi masuk dunia khayalan bahwa kita adalah penguasa dunia, kita adalah yang terhebat, atau sejenisnya. Sama sekali tidak. Akan tetapi untuk menemukan “why” dahulu kita bisa seperti itu akan tetapi hari ini kita seperti ini. Apakah kita lebih buruk dari masa silam? Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak. Dari segi kemajuan teknologi mungkin jawabannya adalah iya. Karena pada masa lalu mungkin belum ada mesin-mesing dan robot-robot cerdas seperti sekarang. Jawabannya juga bisa tidak jika kita menilik dari segi kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual manusianya. Pada masa silam kita bisa melihat betapa banyaknya orang-orang yang dihormati, dituakan, disegani, dijadikan panutan, dan lain-lainnya tidak hanya dilihat dari segi kecerdasan otak/sekolah formal/kekayaan/sejenisnya, akan tetapi dari segi kualitas emosi dan spiritualnya. Pada masa silam orang-orang juga berlomba-lomba untuk bisa mencapai kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual yang tinggi. Kemudian untuk masa sekarang, kita bisa dengan mudah menemukan betapa mudahnya orang dihormati, dituakan, disegani, dijadikan panutan, dan lain-lainnya hanya karena pangkatnya, gelarnya, hartanya, hedonismenya, dan lain-lain sejenisnya.

Hal ini merupakan contoh fenomena betapa jelasnya bangsa ini sedang mengalami degradasi keyakinan. Ketika manusia gagal memiliki kecerdasan mental dan kecerdasan spiritual, manusia benar-benar telah kehilangan kemanusiaannya. Mengapa demikian? Hilangnya kecerdasan spiritual berarti kita melanggar fitroh pertama kita, yakni fitroh bertuhan.  Hal ini juga menyebabkan matinya hati seseorang. Kemudian hilangnya fitroh bertuhan ini juga mampu membuat kita kehilangan kecerdasan mental. hilangnya kecerdasan mental ini mampu menghilangkan kewarasan kita. Hal ini membuat saya berasumsi bahwa, kemungkinan hal ini jugalah yang menjadi pemicu bagaimana manusia itu bisa menjadi psikopat (jika psikopat diartikan sebagai matinya jiwa seseorang). Ketika jiwa seseorang sudah mati sudah bisa diprediksi bahwa kecerdasan intelektual manusia otomatis akan menurun bahkan hancur. Jadi bisa dilihat bahwa matinya hati menyebabkan matinya jiwa, dan matinya jiwa menyebabkan matinya tubuh.

Dari pemikiran-pemikiran yang membuahkan asumsi-asumsi sebagaimana teetulis diatas, bisa kita hipotesakan bahwa fenomena-fenomena hari ini menunjukkan bahwa kita mengalami degradasi keyakinan. Degradasi keyakinan ini mampu melahirkan kematian hati. Kematian hati mampu melahirkan kematian jiwa. Kematian jiwa mampu melahirkan kematian fisik. Atau disingkat rusaknya kecerdasan spiritualisme menyebabkan hancurnya kecerdasan emosional dan hancurnya kecerdasan emosional menyebabkan hancurnya kecerdasan intelektual. Hal ini sangat serius dalam memicu kehancuran umat manusia dan seluruh alam.

 

#tulisan_ini_hanya_torehan_tentang_pemikiran_yang_sedang_berpetualang_memahami_secuil_dari_dinamika_kehidupan.
saran & kritik yang membangun sangat diharapkan. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar