Translate

Selasa, 29 Agustus 2017

"Itu Sampah atau Apa?" (Tugas Cerpen Anekdot Kelompok 2 SMA Negeri Punung TP 2014/2015

[Waktu liburan semester kelas X dulu, aku dan temen-teman pergi berlibur ke istana pemerintahan di negara kami. Kami memilih ke tempat itu agar kami mendapat pengetahuan sehingga kami terdidik. Di sepanjang perjalanan canda dan tawa riang kami luapkan bersama-sama.]
Aku : “Beri tau aku jika kamu lihat!” (duduk sambil bermain game di
Hp)
...... : “Beri tahu apa?” (memandang si aku dengan penasaran)
Aku : “Itu sampah atau apa sih?” (penasaran)
...... : “Jelas itu adalah sampah.” (mengalihkan perhatian dari si aku)
Aku : “Mengapa di jalanan dan di selokan penuh dengan sampah
ya?”
...... : “Karena warga di daerah sini suka membuang sampah
sembarangan.”
Aku : “Bahkan di laci meja pun penuh sampah.”
...... : “hahhhh.... Masa??? Kamu ngaco ya?” (keheranan)
Aku : “Iya, aku serius. Kamu tidak percaya? Di dalam bus, truk, dan
angkot pun ada sampah.” (menghentikan gamenya dan memasukkan HP-nya ke dalam tas.)
...... : “wahh... Negeri kita memang sangat kaya di dunia. Sayangnya
kekayaan kita adalah sampah.”
Aku : (mengambil makanan dari tas dan memakannya) “Bisakah
kamu memberi tuhuku tentang pendapatmu?”
...... : “Pendapat tentang apa?” (agak sinis)
Aku : “Menurutmu, negeri kita ini apakah negeri sampah?”
(penasaran)
...... : “Tentu saja iya.”
Aku : “Lautan sampah?” (terkejut)
...... : “Iya.”
Aku : “Gunung sampah?” (terbelalak)
...... : “Iyalah.”
Aku : “Apakah juga negeri tong sampah?” (menyodorkan makanan
pada ......)
...... : “Itu sangat benar.” (mengambil makanan yang disodorkan aku)
[Perjalanan pun berlanjut hingga tinggal beberapa menit lagi untuk sampai di isana pemerintahan negara. Canda dan tawa mereka pun terhenti beberapa saat karena perasaan heran yang memenuhi hati mereka.]
Aku : (mengambil kamera dari tas dan memotret sekitarnya)
“Hemmhhhh....... Banyak sekali tempat orang berkumpul digunukan untuk tempat sampah.”
....... : “Memengnya dimana kamu menemukan sampah salain yang
kamu sebut tadi?” (penasaran)
Aku : “Di kursi restoran dan hotel berbintang pun ada sampah.”
...... : “Lalu dimana lagi?”
Aku : “Di meja direktur, tempat penyeberangan, dan bawah pos
satpam juga ada sampah.” (memasukkan sampah jajannya ke tempat sampah yang telah di sediakan di mobil)
...... : “Aduh benar-benar tidak enak di pandang mata dan membuat
hati tidak nyaman.”
Aku : “Benar. Itu sampah atau apaan sih?”
...... : “Jelas sekali bahwa itu adalah sampah. Apakah di tempat lain
masih ada sampah?”
Aku : “Tentu saja ada. Di ruang sidang ada sampah. Di ruang tunggu
rumah sakit juga ada sampah.”
...... : “Di pusat kesehatan pun banyak sampah di sana-sini?
Pantas saja orang-orang di negeri kita, jika sakit dan berobat ke rumah sakit tidak kunjung sembuh, tapi malah meninggal sekalian.”
Aku : “Tidak hanya di dua tempat itu saja, di atas pot bunga
sekolahan pun juga ada sampah.”
...... : “Yang benar saja kamu itu? Masa iya sih? (terbelalak keheranan)
Aku : “Aku bicara betul. Dan itulah kenyataannya saat aku melihat-
lihat ke sejumlah sekolah yang ada di negeri kita ini, sampah ku temukan di segala penjuru.”
...... : “Ohh pantas saja banyak orang yang sekolah di zaman ini itu
kalau sudah lulus yang di bawa bukan ijasah, melainkan sampah yang telah lama mereka tabung beratus-ratus hari.”
Aku : “Sungguh, sampah sudah merajalela dan menjadi sahabat
manusia.” (sambil menggeleng-gelengkan kepalanya)
[Akhirnya, mereka pun tiba di tempat wisata yang mereka tuju untuk yang pertama kalinya itu. Dengan senang si Aku dan temen-temannya itu menuju dalamnya istana.]
Aku : “Di istana orang utama negeri sebesar ini apakah juga ada
sampah ya?” (sambil menoleh pada si ...... dengan tatapan datar sambil berjalan masuk ke istana)
...... : “Tadi kan kamu mengatakan sampah sudah merajalela dan
menjadi sahabat manusia, berarti dimanapun itu, pasti ada sampahnya. Termasuk di dalam istana presiden ini juga. Bisakah kamu memastikan bahwa disini juga ada sampah?” (memotret suasana di halaman depan istana)
Aku : “Tentu saja” (sangat yakin) “Pada siang hari itu, aku
masuk ke dalam istana ini didampingi oleh penjaga istana dan aku menelusuri setiap sudut di istana ini. Dan ternyata, sampah pun tak punya malu di tempat yang sangat megah ini.”
...... : “Di sudut-sudut istana pun ada sampah?” (haran seolah tak
percaya) “Dimana saja itu?”
Aku : (menunjuk ke bawah tiang bendera) “Itu adalah sampah.”
...... : “Dimana lagi sampah itu kamu temkaan?” (penasaran)
Aku : “Lihatlah!” (menunjuk gerbang MPR) “Kantong plastik itu
bukankah sampah?”
...... : “Tentu saja itu adalah sampah.”
Aku : (bingung)
...... : (memperhatikan si aku) “Kenapa kamu terlihat bingung?”
Aku : “Apakah di kursi-kursi parlemen ada sampah pula?”
...... : “Jelas ada.”
Aku : “Coba tunjukkan kepadaku!” (penasaran)
...... : “Lihatlah sendiri kesana!” (menunjuk ke dalam ruangan
parlemen)
Aku : “Lihat apa?”
...... : (tarik napas panjang dan menghembuskannya) “Katanya tadi
sampah.”
Aku : “Akukan menyuruhmu untuk menunjukkannya kepadaku.
Mengapa kamu malah menyuruhku untuk melihatnya sendiri? Apa kamu tidak berani?”
...... : “Siapa yang tidak berani? Aku berani saja. Mengapa harus
takut? Memangnya sampah itu hantu apa?” (agak kesal)
Aku : “Coba lihat dan tunjukkan kepadaku! Aku ingin tahu dan
melihatnya.”
...... : “Ayo kita masuk! Itu sampah ada di ujung sana dan ujng sini
bukan? Sudahkah kamu puas atas jawabanku?”
Aku : “Ohhhh....... Sungguh.......” (heran sambil menggeleng-
gelengkan kepala)
...... : “Kenapa?” (merasa aneh)
Aku : “Sampah sudah menjadi bunga-bunga nusantara.”
...... : “Mengapa kamu mengatakan bahwa sampah menjadi bunga-
bunga nusantara? Apa alasanmu?”
Aku : “Karena sampah ada dimana-mana. Apakah di dalam mulut
manusia pun juga ada sampah?” (penasaran)
....... : “Kalau kamu menyimpulkan sampah ada dimana-mana, berarti
di dalam mulut manusia pun juga ada ampahnya.”
Aku : “Periksalah dulu sekarang!!! Cepat!!! Jika tidak ada, syukurlah.”
...... : “Itu sama sekali tidak benar, karena banyak sekali sampah dari
dalam mulut manusia yang berserakan dimana-mana. Malah-malah melebihi sampah yang berserakan di TPA.”
Aku : “Dasar manusia yang ada disini sangat sombong. Membuang
sampah seenaknya.” (kesal dan wajah menggerutu)
...... : “Lantas harus bagaimana lagi? Membuang sampah
sembarangan adalah makanan mereka setiap harinya.”
Aku : “Seharusna makanan itu mereka ubah. Dengan cara apapun.
Seharusnya mereka tidak membiarkan negerinya menjadi tong sampah terbesar dunia. Itu harus di ingat.”
...... : “Itu sangat benar. Mereka bukanlah binatang. Tapi, jika di
nasehati saja, telinga mereka itu hanyalah hiasan belaha untuk menggantung pakaian saat dijemur. Kamu tau sendiri bukan?”
Aku : “Ya. Aku tahu. Maka agar tidak seperti binatang, kita sendiri
juga harus beradap.” (dengan nada yang agak mengeras)
          Akhirnya mereka pun selesai dalam menikmati tempat wisatanya itu, dan segera bergegas menuju  tempat rekreasi yang selanjutnya. Canda tawa riang mereka selalu menghiasi perjalanannya yang tidak mereka rasa melelahkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar