Pacitan, 13 Desember 2021
Hei……. Apa kabar?
Jika itu pertanyaanmu untukku, aku akan menjawabnya dengan
sebuah jawaban bahwa hatiku sedang tidak baik-baik saja.
Aku kira kamu pasti tahulah apa penyebabnya. Ya, anak kecil
ini hari ini sudah mengenal istilah asing yang selama ini tidak pernah
disadarinya. Cinta. Suka pada lawan jenis. Istilah asing yang setelah 22 tahun
hidup bari ia sadari keberadaannya. Baru ia akui keberadaannya.
Ya, dulu mungkin aku juga pernah mengalami rasa tertarik
sama lawan jenis. Tapi aku tidak pernah mau mengakui dan aku selalu
menyangkalnya. Aku tidak pernah mau mendengarkan, menerima apalagi membenarkan
bahwa aku suka dengan seseorang. Aku adalah anak kecil yang paling gengsi untuk
mengakui perasaan itu. Bagiku, hal semacam itu adalah aib, keburukan, hal yang
salah hal yang tidak patut, dan lain sebagainya.
Hari ini aku sangat berbeda. Kuliah membuatku berani
mengakui keberadaan perasaan itu. Aku mulai menerima bahwa aku menyukai
seseorang. Bahkan aku tidak segan untuk menyatakan perasaanku pada orang yang
aku sukai. Ya, aku salah satu cewek yang tidak mau menunggu cowok untuk
mengejarku. Aku salah satu cewek yang tidak gengsi dan tidak malu untuk
mengejar cowok. Entah kenapa, sejak kecil aku selalu berpikiran berbeda dengan
cewek-cewek mayoritas. Ketika teman-temanku lebih memilih menunggu seorang
laki-laki datang kepadanya, aku lebih senang mencari dan datang lebih dulu
kepada si laki-laki. Meskipun begitu aku juga tidak mempermasalahkan jika ada
laki-laki yang datang lebih dulu kepadaku.
Hari itu, aku sempat menyatakan perasaanku pada seseorang. Entah
karena apa, aku menyukai orang itu sejak pertama kali bertemu karena merasa
sudah sangat akrab dan sangat mengenalnya meski sebelumnya tidak pernah kenal. Aku
menyatakan perasaanku karena aku merasa sudah cukup ama aku menyukainya. Aku ingin
dia tahu aku menaruh perasaan padanya. Namun, ternyata aku bertepuk sebelah
tangan. Hanya aku saja yang memiliki perasaan itu, sementara dia tidak. Saat itu
aku belum juga menyerah. Aku masih terus mengejarnya.
Hingga hari ini, 13 Desember 2021, tepat tiga tahun aku
mengejarnya setelah ia menolakku untuk pertama kalinya dulu, aku menyatakan
perasaanku kembaali. Lagi-lagi, respon yang dia berikan sama saja. aku masih
tidak diterimanya.
Kecewa? Iya. Patah hati? Pasti.
Tapi hari ini ada sesuatu yang aku sadari. Aku tersadar
bahwa diriku terlalu jauh berangan-angan. Terlalu GE-ER. Terlalu tertipudaya
oleh perasaanku sampai aku lupa pada sebuah fakta. Aku melupakan bahwa dia
tidak ingin berinteraksi denganku yang ditandai dengan jarangnya ia bertegur
sapa, bercakap-cakap dan sebagainya saat kami masih bersama di tempat yang
sama. Dia juga memblokir media sosialku dan tidak men-save nomorku, padahal
sebaliknya ke yang lainnya. Dia tidak mau akrab denganku dan tidak mau dekat
denganku, bahkan untuk sekedar foto saja dia tidak mau dekat denganku, padahal
dengan yang lainnya tidak demikian.
Bukankah semua itu sudah jelas-jelas sangat menunjukkan
kalau dia benar-benar tidak menginginkanku, bahkan sebatas sebagai teman pun
tidak menginginkan? Bukankah perasaanku hanya bagaikan pungguk merindukan
bulan? Bukankah hadirku tidak menggenapkannya dan pergikupun tidak
mengganjilkannya? Lalu untuk apa lagi aku ada disini?
Ya. Pergi! Itu yang aku putuskan. Membiarkan waktu yang akan membantuku menyembuhkan luka. Bukan aku tidak lagi ada perasaan untuknya. Bukan karena aku merasa tidak ada harapan darinya. Bukan karena ada orang lain yang lebih menarik darinya. Tapi aku cukup bijak saja. Hatiku, perasaanku dan diriku bukanlah sesuatu yang layak untuk terus disakiti dan tidak dihargai.
Kurasa kali ini aku tidak salah mengambil keputusan.
Bagaimana kalau kamu yang diposisiku? Apakah kau akan mengambil hal yang sama
denganku? Ya. Bukankah seharusnya demikian?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar